Saturday, February 27, 2021

Ujung Jalan yang Tak Bertepi

February, 27th 2021


Dear Diary,


Jadi hari ini aku pergi ke Tuban bersamanya. Tadi pukul 6.30 aku berangkat. Kami melewati jalur atas. Tujuan kami adalah Pantai Remen. Ketika sampai di daerah Merakurak kalau tidak salah, kami pun berhenti di Indomaret untuk sarapan. Itu sekitar pukul 8.00. Aku juga tak tahu mengapa perjalanan terasa sangat lama. Kami pun makan sekitar 30 menit atau mungkin lebih. Selanjutnya kami lanjut perjalanan lagi yang masih kurang belasan kilometer. Akhirnya kami pun tiba di Pantai Remen pada pukul 9.50. Aku juga tak tahu mengapa selama itu. Seumur hidup aku pergi bersama orang tuaku pasti selalu cepat di perjalanan. Padahal jarak rumah ke tujuan kami, Pantai Remen, hanya sekitar 50 km. Jujur, dia mengendarai motornya dengan cukup pelan menurutku. Dia tipikal orang yang slow, kalem, dan segala sesuatu hal dilakukan dengan pelan-pelan. Dalam keluarganya pun begitu. Mendengar dari cerita-ceritanya. Keluarganya juga begitu (aku tak tahu bagaimana menyebutnya, yang jelas sangat bertolak belakang dengan keluargaku yang sangat 'cekat-ceket', serba cepat dan dengan perhitungan yang pasti). Seringkali dia cerita, ketika berangkat ke suatu tempat, entah barang bawaan orang tuanya ada yang tertinggal, entah lupa belum mengisi e-toll, entah terlalu lama mempersiapkan diri dan akhirnya tidak tepat waktu. Juga tipikal cara mengemudi yang ada di keluarganya adalah pelan, menurut aku. Bayangkan saja, perjalanan dari Solo-Bojonegoro via toll mereka tempuh 4-5 jam plus berhenti untuk istirahat. Sedangkan tipikal mengemudi keluargaku saja, tol Solo-Ngawi bisa ditempuh 30 menit. Lalu, Ngawi-Bojonegoro hanya 1,5-2 jam, yang artinya, Solo-Bojonegoro atau sebaliknya bisa keluarga kami tempuh hanya dalam waktu 2-2,5 jam. Sangat bertolak belakang tentunya dengan keluarganya. Sedari tadi dalam perjalanan aku katakan, agak cepat gapapa. Kencengan. Ngebut. Yang penting tetep safety. But, it still can't. Dia bilang motornya tidak bisa diajak kencang. Tapi, menurutku juga memang dia tipikalnya kalem, tidak bisa 'wet wet wet', dan memang itu bawaan dari keluarganya. Juga tidak bisa satu kali tempuh. 


Aku dan dia banyak berhenti untuk istirahat, entah di indomaret, masjid, ataupun pom bensin, yang mana di keluargaku hal ini sangat sangat sangat jarang terjadi. Terlebih hanya perjalanan di bawah 120 km. Kalau tidak benar-benar kebelet, ndak bakal keluargaku berhenti selama perjalanan. Sedangkan tadi aku dan dia ke Tuban saja ada 5x berhenti untuk beristirahat, shalat, ataupun makan. Ya, aku tahu, dia kelelahan, dan tangannya sampai ngapal karena bawa motor hampir 12 jam. Sungguh aku sangat sedih melihat kondisinya. Tapi, di lain sisi aku juga bingung. It's not my family typical. Alhasil, aku kena marah dong sedari tadi aku tiba di rumah pukul 17.00 hingga saat ini pukul 21.00. Ini karena aku di Tuban memakan waktu hampir 12 jam. Note: HAMPIR 12 JAM. Aku anggap, yaudalah, santai aja. Tapi, kok ternyata semakin ke sini semakin dibahas dan nyamber ke hal-hal lainnya. Terus-terusan disidang. Padahal tujuan aku tadi juga cuma ke pantai aja, itu pun kami sangat menghemat waktu buat tidak berlama-lama. Aku sudah berusaha jujur sebisa mungkin ke kedua orang tuaku. Tapi, mereka masih mengelak seakan tidak percaya bahwa aku sedang jujur. Tidak percaya bahwa perjalanan bisa ditempuh selama itu. Tidak percaya. Tidak percaya. Dan tidak percaya.


Di satu sisi aku ingin menangis. Kenapa? Kenapa mereka tidak percaya? Kenapa kenapa kenapa. Banyak sekali tanda tanya dalam benakku. Tidak hanya masalah tidak percaya saja. Juga, diriku sendiri dalam keluargaku dilabeli sebagai pribadi yang sangat lelet dan lambat. Orang tuaku setiap hari selalu marah hanya karena aku tidak fast-thinking, memiliki pemikiran yang aneh dan berbeda, pribadi yang useless-able. Karena mama dan ayahku paling tidak suka dengan orang-orang yang lambat. Tetapi, selambat-lambatnya aku, sepertinya juga tidak akan selambat perjalanan hari ini. Orang tuaku selalu ingin aku untuk menjadi pribadi yang kuat, tidak lembek, dan cepat. Dan ketika aku mendapatkan calon, seseorang yang bagiku spesial ini, bahkan orang tuaku juga menyebut jika calonku ini pribadi yang lambat. Terlebih sering kali apabila aku dan dia ada janji, dia sangat sering tidak tepat waktu. Entah ada saja yang terjadi. Dan itu juga membuat orang tuaku sedikit percaya-tidak percaya, kesal, dan juga mengejekku tentunya. Keluargaku begitu disiplin. Tapi, bukan berarti keluarganya tidak disiplin yaa.. Gimana ya, aku bingung untuk mendeskripsikannya. Intinya ya itu tadi, mindset keluarga kita berbeda. Aku kok juga jadi stress sendiri kalo orang tua terus memarahiku karena perjalanan tadi tidak bisa on-time, efisien, cepat, dan planning-able. Karena dalam keluargaku, segala sesuatu hal harus direncanakan dengan matang, sematang-matangnya. Semua memiliki penakaran yang terperinci dan dengan sangat sesuai.


Mungkin saja entah siapapun kalian yang membaca ceritaku ini akan bingung menangkapnya. Tapi, begini adanya, aku pun juga bingung harus bagaimana mendeskripsikannya. Tapi, aku ingin menyampaikan apa yang membuatku gundah saat ini. Aku sangat sangat minta tolong, berikan saran dan masukan yang membangun bagiku untuk mengatasi kegundahan hati ini. Haruskah aku sampaikan ke dia, apabila tipikal keluarga kami berbeda? Atau haruskah aku bersabar dan yakin kalau kami bisa menyatukan dua keluarga ini dengan perlahan nantinya? Atau hal apa yang seharusnya aku lakukan? Tolong...


Terima kasih telah membaca kisahku hari ini. Sampaikan juga terima kasihku pada semesta, karena telah mempertemukanmu dengan kisahku ini dan memberikan saran serta masukan yang membangun.


Ferly Arvidia,

No comments:

Post a Comment