Are we have to make a distance?
Dear Diary,
Hai, lama tak bersua.
Sekali lagi aku tuliskan hal yang tak jauh berbeda. Aku tak tahu akankah kami bersama hingga di Jannah-Nya. Atau akankah semua tulisan-tulisan karut ini berakhir? Menimbulkan kenangan panjang yang tak terkira adanya.
Sedari awal selalu ada isyarat tuk menjauh dari orang tuanya. Meski terlihat perasaannya juga dalam padaku. Tetapi, dalamnya hati seseorang tiada yang tahu bukan? Allah Maha membolak-balikan hati hamba-Nya. Selama ini aku bertahan. Enam tahun sudah, waktu yang tidak sebentar tentunya.
Perkara kemarin, aku tiada pernah memohon pertolongan padanya di awal untuk mengambil motorku di luar kota sana. Dia-lah yang sedari awal menawarkan diri dan orang tuaku juga mengizinkannya. Aku tak tahu menahu apabila ia belum memohon izin secara lengkap pada kedua orang tuanya. Akan tetapi, mengapa di sini aku merasa menjadi korban? Orang tuanya berpikir aku-lah yang membawa pengaruh buruk pada anaknya. Memang tidak terjadi satu kali ini. Sudah beberapa kali aku menemui hal ini. Tapi, ini yang paling menyakitkan untukku. Aku sama sekali tidak ada niat untuk membawanya pada keburukan. Bahkan aku selalu berusaha meluangkan waktu untuk memotivasinya. Memberikan ia ruang untuk mengembangkan dirinya. Menberikan dia fasilitas untuk bersama-sama mengembangkan bisnis dan mendorong dia untuk mulai belajar banyak hal, pekerjaan, bisnis, dan banyak hal lainnya. Apakah aku yang terlalu bodoh? Kesalahanku yang terus bertahan atas semua ini? Apakah ini waktuku untuk mundur perlahan?
Tidak ada sedikit pun niat dari diriku untuk menggores tinta merah pada kertas putih keluarganya. Kalau memang beliau melihat pada layar belakangnya. Aku pun juga melihat pada latar belakangku dari keluarga yang baik-baik. Tidak mungkin juga aku mencoreng nama baik keluargaku sendiri yang sangat disegani oleh orang-orang di sekitar. Keluarga mama memang dari kepolisian, bisa dikatakan sangat terpandang di lingkungan kami. Keluarga ayahku sendiri dari keluarga keturunan Arab yang tentu sangat memegang teguh agama kami, juga dari keluarga dengan nama depan Raden yang tentu juga sangat memegang teguh tata krama yang diajarkan pada budaya kami, Jawa.
Dengan begitu, apabila aku ada niat menggores tinta merah pada kertas putih keluarganya, tentu aku sendiri juga mencoreng nama baik keluargaku bukan? Sama sekali tiada niat dalam benakku untuk itu.
Siapapun yang membaca ini, aku izin memohon tolong untuk mengingatkan padaku, apakah kesalahan yang aku perbuat? Apakah aku bodoh? Apakah memang benar aku harus mundur perlahan-lahan? Meski rasa yang sangat mendalam ini takkan pernah pudar untuk selamanya. Akankah semua ini hanya menjadi kenangan panjang yang tiada berakhir? Tolong yakinkan aku untuk semua ini. Segalanya terasa fiksi dan tak bisa kuterima, meski nyata adanya. Hatiku akan selalu sama.
Lil Fleur,