Dear Diary,
8 Mei 2015, ya hari ini yang bertepatan dengan hari lahirku. Bukan, bukan hari ulang tahun, hanya hari kelahiran. Kau tahu apa yang terjadi padaku hari ini? Sungguh buruk, jujur. Sangat benar-benar buruk. Mungkin ini terlihat berlebihan, tapi memang itu kenyataannya. Sebenarnya sudah sejak kemarin, hingga hari ini. Entah mengapa aku benar-benar tak bisa mengendalikan emosiku, aku tak tahu pasti apa yang sedang kurasakan. Namun, hatiku terasa sangat kacau, entah apa penyebabnya. Ah, entahlah.
Sejak kemarin aku membentak orang-orang di sekelilingku, except 'teman'. Ya, karena kemarin aku sedang melaksanakan Ujian Nasional, jadi tak banyak yang kubicarakan bersama teman-temanku. Tak kusadari, aku telah membentak mamaku berkali-kali, memang kemarin beliau masih sangat sabar. Mungkin, ia tahu apa yang sedang kurasakan. Ini benar-benar sakit, di saat kau tak bisa mengendalikan dirimu sendiri, seperti ada rasa lain atau ada sesuatu yang ingin mengendalikan dirimu. Ya, itu yang kurasakan saat ini.
Tadi pagi, mama bertanya padaku tentang sesuatu -aku lupa apa yang ditanyakannya- namun, yang aku ingat, aku tak sengaja membentaknya hingga mungkin membuatnya sangat terluka. Ya, benar-benar terluka menurutku. Aku sangat sedih saat itu, aku benar-benar merasa bersalah telah melukainya. Namun, itu semua sudah terlanjur. Beliau sudah terlanjur marah padaku. Oh Tuhan, apa yang telah kulakukan?! Rasanya aku ingin menghilang begitu saja dari dunia ini, atau berpikir kenapa aku dilahirkan jika tak memiliki tujuan.
Pagi itu juga, tiba-tiba mama memanggilku untuk memasuki ruangannya. Dengan perasaan bercampur aduk, entah sedih, merasa bersalah, takut, entahlah. Saat itu emosiku benar-benar tak bisa kukendalikan. Entah mengapa. Benar saja, mama marah besar padaku. Mama bersumpah kalau aku tak akan sukses nantinya, aku benar-benar takut, Tuhan. Aku takut apa yang akan Kau balas untuk menghukum hamba-Mu yang berdosa ini. Aku juga takut apa yang akan terjadi padaku nantinya, sangat takut. Rasa takut yang besar, sangat besar. Saat itu, mama berkata kalau lebih baik aku tak perlu sekolah. "Sekolah hanya memperburuk perilakumu, yang kamu pikirkan selama ini hanya pelajaran, pelajaran terus. Kamu gak mikirin keluarga? Hah?!" katanya dengan nada tinggi. Aku hanya bisa terdiam seribu bahasa tak bisa membalas ucapannya. Aku berlinangan air mata, wajahku sembab, mataku sangat merah, badanku terasa panas dingin, campur aduk yang jelas. Lalu, aku lihat jam sudah menunjukkan pukul tujuh kurang lima menit. Kurang lima menit lagi bel masuk akan berbunyi, tetapi aku masih di rumah, dan belum berani beranjak kaki dari tempat itu. Dengan sekuat hati, pelan-pelan aku mohon maaf padanya. Namun, apa yang ia katakan? "Mama, gak mau maafin kamu! Sudah jangan sekolah!" katanya kasar. "Tapi..." "Sudah-sudah, pergi!"
Sakit, sakit, dan benar-benar sakit. Aku tau itu kesalahanku, namun sebenarnya itu hanya perasaanku yang tiba-tiba muncul. Mungkin kau tak mengerti apa yang sebenarnya kurasakan. Untung saja tadi pagi, ayah mengantarkanku ke sekolah. Jadi, aku tak perlu mengayuh pedal sepeda terburu-buru. Tepat tiba di sekolah, bel pun berbunyi. Mataku masih merah padam dan berkaca-kaca pastinya, juga wajahku masih sembab. Aku belum sempat cuci muka, bagaimana lagi bel masuk sudah berbunyi. Kau tahu? Saat masuk kelas hanya 'Inisial N' yang care sama aku, mungkin ia berlebihan, hingga terlihat sok tahu. Tak hanya N, tapi juga 'Inisial H' yang menanyakan perasaanku saat itu. Aku kecewa dengan teman-teman yang lain, mengapa mereka tak bertanya atau apalah setidaknya. Bukan, bukan maksudku untuk dikasihani mereka, namun setidaknya mereka care sedikitlah. Namun, tidak sama sekali.
Waktu berlalu, malam hari ini, baru saja terjadi. Ayah memanggilku untuk ke ruangannya. Perasaanku sudah tak enak. Ayah menjelaskan kalau sukses itu tak sepenuhnya berasal dari 'Knowledge', namun dari 'Attitude', dan banyak hal lainnya yang diceritakan. Lalu, tiba-tiba mama menyahut, dan... Terjadi lagi, pertengkaran hebat tadi pagi belum berhenti sampai disitu. Kata-katanya tadi pagi, diucapkan lagi. Semuanya masih terngiang dalam benak pikiranku. Yang paling sakit, mama mengatakanku sakit jiwa, sehingga aku perlu psikiater agar jiwaku, perasaanku benar-benar pulih. Aku sudah tak tahu apa yang aku harus lakukan saat ini, aku tak bisa berpikir lagi. Terbesit dalam pikiranku, aku ingin mati. Namun, entah darimana tiba-tiba mama berkata "Apa? Mau mati? Denger ya, mati, bunuh diri itu dosa. Arwahmu nantinya bakal gak tenang." mama bisa membaca pikiranku. Aku ingin cepat-cepat mengakhiri hari ini, dan bertemu esok hari yang mungkin lebih cerah. Amiinn ya rabbal alamiinn... O:)
8 Mei 2015, ya hari ini yang bertepatan dengan hari lahirku. Bukan, bukan hari ulang tahun, hanya hari kelahiran. Kau tahu apa yang terjadi padaku hari ini? Sungguh buruk, jujur. Sangat benar-benar buruk. Mungkin ini terlihat berlebihan, tapi memang itu kenyataannya. Sebenarnya sudah sejak kemarin, hingga hari ini. Entah mengapa aku benar-benar tak bisa mengendalikan emosiku, aku tak tahu pasti apa yang sedang kurasakan. Namun, hatiku terasa sangat kacau, entah apa penyebabnya. Ah, entahlah.
Sejak kemarin aku membentak orang-orang di sekelilingku, except 'teman'. Ya, karena kemarin aku sedang melaksanakan Ujian Nasional, jadi tak banyak yang kubicarakan bersama teman-temanku. Tak kusadari, aku telah membentak mamaku berkali-kali, memang kemarin beliau masih sangat sabar. Mungkin, ia tahu apa yang sedang kurasakan. Ini benar-benar sakit, di saat kau tak bisa mengendalikan dirimu sendiri, seperti ada rasa lain atau ada sesuatu yang ingin mengendalikan dirimu. Ya, itu yang kurasakan saat ini.
Tadi pagi, mama bertanya padaku tentang sesuatu -aku lupa apa yang ditanyakannya- namun, yang aku ingat, aku tak sengaja membentaknya hingga mungkin membuatnya sangat terluka. Ya, benar-benar terluka menurutku. Aku sangat sedih saat itu, aku benar-benar merasa bersalah telah melukainya. Namun, itu semua sudah terlanjur. Beliau sudah terlanjur marah padaku. Oh Tuhan, apa yang telah kulakukan?! Rasanya aku ingin menghilang begitu saja dari dunia ini, atau berpikir kenapa aku dilahirkan jika tak memiliki tujuan.
Pagi itu juga, tiba-tiba mama memanggilku untuk memasuki ruangannya. Dengan perasaan bercampur aduk, entah sedih, merasa bersalah, takut, entahlah. Saat itu emosiku benar-benar tak bisa kukendalikan. Entah mengapa. Benar saja, mama marah besar padaku. Mama bersumpah kalau aku tak akan sukses nantinya, aku benar-benar takut, Tuhan. Aku takut apa yang akan Kau balas untuk menghukum hamba-Mu yang berdosa ini. Aku juga takut apa yang akan terjadi padaku nantinya, sangat takut. Rasa takut yang besar, sangat besar. Saat itu, mama berkata kalau lebih baik aku tak perlu sekolah. "Sekolah hanya memperburuk perilakumu, yang kamu pikirkan selama ini hanya pelajaran, pelajaran terus. Kamu gak mikirin keluarga? Hah?!" katanya dengan nada tinggi. Aku hanya bisa terdiam seribu bahasa tak bisa membalas ucapannya. Aku berlinangan air mata, wajahku sembab, mataku sangat merah, badanku terasa panas dingin, campur aduk yang jelas. Lalu, aku lihat jam sudah menunjukkan pukul tujuh kurang lima menit. Kurang lima menit lagi bel masuk akan berbunyi, tetapi aku masih di rumah, dan belum berani beranjak kaki dari tempat itu. Dengan sekuat hati, pelan-pelan aku mohon maaf padanya. Namun, apa yang ia katakan? "Mama, gak mau maafin kamu! Sudah jangan sekolah!" katanya kasar. "Tapi..." "Sudah-sudah, pergi!"
Sakit, sakit, dan benar-benar sakit. Aku tau itu kesalahanku, namun sebenarnya itu hanya perasaanku yang tiba-tiba muncul. Mungkin kau tak mengerti apa yang sebenarnya kurasakan. Untung saja tadi pagi, ayah mengantarkanku ke sekolah. Jadi, aku tak perlu mengayuh pedal sepeda terburu-buru. Tepat tiba di sekolah, bel pun berbunyi. Mataku masih merah padam dan berkaca-kaca pastinya, juga wajahku masih sembab. Aku belum sempat cuci muka, bagaimana lagi bel masuk sudah berbunyi. Kau tahu? Saat masuk kelas hanya 'Inisial N' yang care sama aku, mungkin ia berlebihan, hingga terlihat sok tahu. Tak hanya N, tapi juga 'Inisial H' yang menanyakan perasaanku saat itu. Aku kecewa dengan teman-teman yang lain, mengapa mereka tak bertanya atau apalah setidaknya. Bukan, bukan maksudku untuk dikasihani mereka, namun setidaknya mereka care sedikitlah. Namun, tidak sama sekali.
Waktu berlalu, malam hari ini, baru saja terjadi. Ayah memanggilku untuk ke ruangannya. Perasaanku sudah tak enak. Ayah menjelaskan kalau sukses itu tak sepenuhnya berasal dari 'Knowledge', namun dari 'Attitude', dan banyak hal lainnya yang diceritakan. Lalu, tiba-tiba mama menyahut, dan... Terjadi lagi, pertengkaran hebat tadi pagi belum berhenti sampai disitu. Kata-katanya tadi pagi, diucapkan lagi. Semuanya masih terngiang dalam benak pikiranku. Yang paling sakit, mama mengatakanku sakit jiwa, sehingga aku perlu psikiater agar jiwaku, perasaanku benar-benar pulih. Aku sudah tak tahu apa yang aku harus lakukan saat ini, aku tak bisa berpikir lagi. Terbesit dalam pikiranku, aku ingin mati. Namun, entah darimana tiba-tiba mama berkata "Apa? Mau mati? Denger ya, mati, bunuh diri itu dosa. Arwahmu nantinya bakal gak tenang." mama bisa membaca pikiranku. Aku ingin cepat-cepat mengakhiri hari ini, dan bertemu esok hari yang mungkin lebih cerah. Amiinn ya rabbal alamiinn... O:)
Sangat Bgus Ceritanya . Lebih baik kamu solat, berzikir, Dan berdo'a pasti pikirian mu lebih tenang . Terima kasih ya Cerita kamu Sangat bagus
ReplyDelete