Dear diary,
Hai, sudah lama kita tidak bersua. Baru saja aku membaca sekilas beberapa kisah yang sempat aku tuliskan di sini beberapa tahun lalu. Kali pertama melihat tulisan-tulisan itu masih terunggah di sini membuatku ingin menghapus semuanya seketika. Tapi, aku lebih memilih untuk membaca ulang tulisan-tulisan usang itu. Bagaimana bisa dahulu aku hidup terbelenggu oleh ikatan yang bahkan sama sekali tidak memberiku ruang untuk bertumbuh menjadi diriku seutuhnya?
Mungkin kini kau sudah menebak apa jawaban atas pertanyaan terakhirku di unggahan terakhir tahun 2022 silam. Ya, semuanya telah berakhir dengan tragis sempurna. Aku baru sadari banyak sekali momen hidupku terlewat begitu saja, mulai melewatkan hobi-hobi yang telah lama aku bangun sedari kecil, melewatkan banyak kesempatan yang seharusnya bisa aku ambil dulu, juga hal-hal yang tidak bisa aku lakukan dengan leluasa selama dalam ikatan tersebut.
Aku baru sadari, sampai-sampai saat itu aku harus lakukan sembunyi-sembunyi membuat akun YouTube anonim untuk tetap bisa meluapkan hobiku yang harus aku tutup erat-erat karena ingin menghargai dia(?) Aku yang saat itu menuliskan segala hal di laman ini sebagai bentuk perlawanan dari diri yang sangat berkecamuk antara logika dan perasaan. Aku sampai lupa bagaimana menuliskan serangkaian kata indah dalam puisi-puisi yang selalu aku tulis sebelum aku bersamanya. Aku lupa bagaimana rasanya jatuh cinta dengan buku dan film-film pendek yang aku suka ciptakan dulu. Aku lupa bagaimana rasanya bersenandung hangat dengan malam, puisi, dan musik sendu yang mengalun santun di telinga. Aku lupa bagaimana caranya untuk kembali berpikir kritis, mempertahankan argumen, dan ruang untuk didengar. Aku kehilangan diriku seutuhnya untuk berusaha dengan kuat menjadi yang terbaik untuk ia yang bahkan belum aku kenal dengan utuh.
Aku banyak belajar dalam beberapa tahun terakhir setelahnya. Tidak jarang aku berulang kali berteriak bodoh pada diriku sendiri. Namun, hei, bukankah hidup itu sebuah perjalanan yang senantiasa membawa pelajaran di setiap langkahnya? Di satu sisi, aku percaya segala hal yang telah kita lalui dalam hidup sejatinya telah ditakdirkan dalam garis waktu kita dan semuanya terjadi dalam lini waktu yang telah ditentukan. Banyak hal di luar kendali kita yang tanpa kita sadari kita pikirkan berlebih hingga membatasi kemampuan diri atas pikiran kita sendiri. Sehingga kini aku mencoba belajar untuk mengikhlaskan segala hal yang telah kulalui dalam hidupku yang telah mencapai seperempat abad ini.
Pernah tidak berpikir, tanpa kita sadari banyak hal yang terjadi secara tidak sengaja. Sesederhana kita menemukan benang merah dari berbagai masa yang pernah terjadi di kemudian hari. Lalu, kita bertanya-tanya, mengapa tidak kita sadari sedari awal saja agar dapat melakukan tindakan preventif sebelum segala hal bodoh terjadi? Atau, kadang sesederhana tidak sengaja dipertemukan dengan seseorang yang bahkan belum kita kenal sebelumnya, dan ternyata banyak hal berkaitan dengan kita di masa lampau. Coincidentally things, aku menyebutnya, sangat menarik dan selalu membuatku penasaran untuk mengaitkan segalanya untuk mendapatkan jawaban dari segala tanda tanya yang melayang.
Setelah perdebatan panjang dalam benakku, mungkin untuk sementara aku memilih membiarkan segala hal yang pernah kutuangkan di laman ini (meski pada akhirnya baru saja aku arsipkan semuanya, tersisa satu). Tanpa sadar tulisan-tulisan itu membuatku membuka mata dengan lebar bahwa aku sudah berusaha tetap berjalan dan bertahan sejauh ini, sekuat ini. Banyak sekali hal buruk yang telah aku lewati dalam tiga tahun terakhir ini. Banyak sekali juga momen aku ingin menyerah dan mengakhiri hidup yang saat itu aku pikir tidak akan ada akhir bahagianya ini, meski sampai saat ini aku juga belum tahu-menahu bagaimana hidup ini akan bermuara. Setidaknya aku selalu berusaha bertahan dan hidup untuk masa ini.
Pernah tidak menemukan kalimat, bahwa apabila saat ini kita masih menyesali apa yang terjadi di masa lalu, artinya kita tidak akan pernah menemui masa depan. Namun, ketika kita fokus hidup untuk hari ini, tanpa sadar kita sedang mempersiapkan masa depan yang lebih baik. Hal inilah yang sedang aku coba pahami, tentang bagaimana cara untuk live in present. Sejatinya, hidup adalah pembelajaran, sampai kapanpun kita melangkah, akan selalu ada hal-hal baru yang membawa kita memahami banyak hal di kemudian hari. Meskipun dalam prosesnya selalu menguras energi, bahkan tidak jarang juga mengikhlaskan air mata yang terbuang. Akan tetapi, aku selalu percaya adanya life-long learning.
Kini aku berjalan pada segala hal yang aku yakini, tidak ingin lagi terbelenggu oleh apapun yang dapat dengan tiba-tiba menahanku untuk maju. Aku percaya apabila kita memiliki kendali akan diri kita sendiri, kita akan mampu menciptakan batasan yang tidak dapat ditembus dengan mudah oleh orang lain. Tanpa aku sadari, beberapa waktu terakhir aku dapat kembali lagi perlahan-lahan menyapa hobi-hobiku yang dahulu selalu aku luangkan setiap harinya. Bukan perihal kepadatan waktu, melainkan rasa itu mulai kembali tumbuh perlahan-lahan. Perasaan dalam diri yang membuat tenang, senang, dan nyaman dengan keterbukaan. Perasaan ini yang kembali menghidupkan lagi saraf-saraf sastra yang dalam beberapa tahun lalu sempat terputus, juga musik-musik lama yang kembali aku dengarkan lagi. Perlahan demi perlahan kini aku kembali menemukan diriku dengan seutuhnya, dengan jiwanya yang bebas dan tidak mampu terikat oleh apapun yang berusaha menahannya.
Tanpa aku sadari, aku dapat kembali menulis sepanjang ini. Aku mulai bisa menulis sajak-sajak lagi, meski bukan sajak romansa yang selalu aku tuliskan semasa putih abu-abu dulu. Mungkin daya berpikirku yang cukup berbeda saat ini, juga keadaan yang telah membentukku sekeras ini. Aku merasa perasaan itu tidak lagi setajam kala itu untuk dapat menciptakan puisi seutuhnya dengan jiwa di dalamnya. Butuh waktu tujuh tahun kehilangan diri sendiri dan butuh waktu hampir tiga tahun untuk aku dapat menemukan diriku kembali dengan seutuhnya. Satu dekade mungkin terdengar sangat menguras waktu. Namun, dari situlah aku belajar banyak hal untuk tidak lagi menyia-nyiakan waktu hanya untuk apapun yang belum sepenuhnya pasti. Waktu berjalan dengan sangat cepat, sedang kita harus sepenuhnya sembuh dan selesai dengan diri sendiri untuk dapat menemukan insan yang tepat.
Dewasa ini begitu banyak orang yang kita temui, hingga kita semakin memahami bagaimana pola yang tercipta. Lalu, berujung pada rasa penasaran yang berakhir begitu saja ketika salah satunya telah merasa 'tidak sejalan' atau bahkan justru karena 'tidak menemui ekspektasi'. Dewasa ini jatuh cinta bukan lagi sesederhana kagum dan sejalan, manusia membuatnya lebih rumit karena apa yang membuatnya jatuh cinta bukan lagi pada pribadinya, tapi tanpa sadar pada 'ekspektasinya terhadap mereka'. Mungkin kau ingat apa yang disampaikan oleh Pramoedya Ananta Toer, "hidup sungguh sangat sederhana, yang hebat-hebat hanya tafsirannya". Justru tanpa kita sadari, kita sendirilah yang membuat segalanya menjadi rumit, sebagaimana apa yang dijelaskan pada buku The Mountain is You karya Brianna Wiest, salah satu yang direkomendasikan sahabat beberapa pekan lalu.
Apa yang aku pahami saat ini, jatuh cinta yang sesungguhnya adalah ketika kita tanpa berekspektasi apapun merasa mampu untuk menjalani hari-hari tua bersamanya, karena sejatinya cinta adalah saling merawat dan saling mendengarkan. Terlepas dari karirnya saat ini, prestasinya, atau apapun yang sedang ia banggakan saat ini. Tentang bagaimana kita mampu menganggap adanya kekurangan tidak lagi menjadi masalah untuk kita tetap berjalan beriringan bersama, meski biasanya kita tidak bisa mentolerir hal itu pada orang lain. Juga meskipun sampai saat ini aku belum menemukan hal ini pada orang lain, tapi aku percaya segalanya akan tiba dalam lini waktu yang telah digariskan. Tidak ada satupun yang terjadi tanpa sengaja, segalanya telah tertulis pada lini waktu yang tepat.
Terima kasih untuk selalu menjadi ruang untukku menyampaikan segala sesuatu, meski seringkali aku lama tidak bersua.
And dear me, I wish something wonderful is about to happen, soon.
With love, Lilly
No comments:
Post a Comment