Sudah Baikkah Kurikulum di Indonesia?
Ferly Arvidia
Monday, September 04, 2017
0 Comments
"Jangan berucap jika kau tidak ditanya. Diam itu lebih baik." - anonymous
Kali ini, gue mau membahas tentang kurikulum yang ada di Indonesia. Sudah baikkah? Dengan adanya pergantian kurikulum setiap pergantian menteri? Tak berpikir bagaimana nasib pelajar yang berulang kali menjadi kelinci percobaan? Berdampak baik atau burukkah?
Oke, mari kita pikir lebih dalam. Awalnya gue itu sebal dengan adanya sesi pertanyaan pada setiap presentasi pelajaran di kelas yang dilakukan oleh setiap kelompok. Tentu saja teman-teman berebut ingin bertanya untuk mendapatkan nilai tambahan. Sedangkan itu membuat siswa yang tidak paham materi (sehingga tak tahu harus bertanya apa) dan siswa yang tidak ditunjuk untuk mengajukan pertanyaan. Pasti itu akan sangat sakit. Padahal mereka yang bertanya belum tentu paham apa yang ia tanyakan.
Zaman sekarang, khusunya pada kurikulum 2013 ini, siswa lebih sering melakukan presentasi (sedangkan guru tidak banyak menjelaskan, malah menuntut siswa agar mereka mengetahui dan memahami pelajaran tersebut meski sang guru belum menjelaskan). Lalu, siswa berebutan bertanya hanya bertujuan mendapatkan nilai tambahan. Maka timbullah pertanyaan, apakah itu akan bermanfaat?
Katanya lebih baik diam daripada kau tak tahu apa yang dibahas? Tapi, jika kau diam, tentu juga takkan mendapatkan nilai. Maka dengan begitu, penyampaian materi tidak akan merata. Siswa yang sudah pintar, akan semakin pintar dengan pertanyaan-pertanyaan itu. Sedangkan siswa yang kurang pintar, akan semakin tak paham karena tak berani bertanya dan tak tahu apa yang harus ditanyakan. Gue merasa terdapat sedikit penindasan dalam hal tersebut.
Gue seringkali berpikir apa yang orang lain tidak pikirkan. Gue juga nggak tahu kenapa. Tapi, gue merasa aja jika hal ini tentu tidak baik.
Ketika KTSP sudah berjalan lama dan cukup baik, tiba-tiba muncul lagi kurikulum baru. Dan banyak buku paket baru yang harus dibeli. Padahal dahulu kita mendapat pinjaman dari dana bos untuk semua buku. Tapi sekarang hanya beberapa buku saja, karena beberapa buku lainnya tidak layak (dalam artian berbeda penjelasan karena perbedaan kurikulum). Setelah kurikulum 2013 pula, setiap tahunnya bahkan masih terbit buku pelajaran baru. Sehingga pembelajaran di sekolah menjadi tidak efektif.
Kali ini, gue mau membahas tentang kurikulum yang ada di Indonesia. Sudah baikkah? Dengan adanya pergantian kurikulum setiap pergantian menteri? Tak berpikir bagaimana nasib pelajar yang berulang kali menjadi kelinci percobaan? Berdampak baik atau burukkah?
Oke, mari kita pikir lebih dalam. Awalnya gue itu sebal dengan adanya sesi pertanyaan pada setiap presentasi pelajaran di kelas yang dilakukan oleh setiap kelompok. Tentu saja teman-teman berebut ingin bertanya untuk mendapatkan nilai tambahan. Sedangkan itu membuat siswa yang tidak paham materi (sehingga tak tahu harus bertanya apa) dan siswa yang tidak ditunjuk untuk mengajukan pertanyaan. Pasti itu akan sangat sakit. Padahal mereka yang bertanya belum tentu paham apa yang ia tanyakan.
Zaman sekarang, khusunya pada kurikulum 2013 ini, siswa lebih sering melakukan presentasi (sedangkan guru tidak banyak menjelaskan, malah menuntut siswa agar mereka mengetahui dan memahami pelajaran tersebut meski sang guru belum menjelaskan). Lalu, siswa berebutan bertanya hanya bertujuan mendapatkan nilai tambahan. Maka timbullah pertanyaan, apakah itu akan bermanfaat?
Katanya lebih baik diam daripada kau tak tahu apa yang dibahas? Tapi, jika kau diam, tentu juga takkan mendapatkan nilai. Maka dengan begitu, penyampaian materi tidak akan merata. Siswa yang sudah pintar, akan semakin pintar dengan pertanyaan-pertanyaan itu. Sedangkan siswa yang kurang pintar, akan semakin tak paham karena tak berani bertanya dan tak tahu apa yang harus ditanyakan. Gue merasa terdapat sedikit penindasan dalam hal tersebut.
Gue seringkali berpikir apa yang orang lain tidak pikirkan. Gue juga nggak tahu kenapa. Tapi, gue merasa aja jika hal ini tentu tidak baik.
Ketika KTSP sudah berjalan lama dan cukup baik, tiba-tiba muncul lagi kurikulum baru. Dan banyak buku paket baru yang harus dibeli. Padahal dahulu kita mendapat pinjaman dari dana bos untuk semua buku. Tapi sekarang hanya beberapa buku saja, karena beberapa buku lainnya tidak layak (dalam artian berbeda penjelasan karena perbedaan kurikulum). Setelah kurikulum 2013 pula, setiap tahunnya bahkan masih terbit buku pelajaran baru. Sehingga pembelajaran di sekolah menjadi tidak efektif.