Friday, November 4, 2022
Monday, October 17, 2022
Is everything gonna be alright?
Aku merasa sangat bersalah telah bersikap seberlebihan ini. Aku bingung. Di satu sisi aku ingin ia bisa lebih dewasa dan menyikapi segala hal dengan bijak. Aku ingin suatu hubungan yang selalu berkawan dengan keterbukaan dan tidak ada rasa takut satu sama lain untuk saling menyampaikan apapun. Segala hal yang kita sukai, yang telah terjadi, apapun itu, sedih, senang, suka, duka, seluruhnya. Tanpa ada rasa trauma yang mengikat hingga harus menutupi banyak hal. Aku tak tahu harus bagaimana memperbaikinya kini. Semua telah terjadi. Hati kami berdua sedang kacau. Meski jauh dalam lubuk hatiku tetap sama. Perasaan ini tak akan pernah berubah sampai kapanpun. Akankah semuanya berjalan baik-baik saja?
(Bojonegoro, 17.10.22)
Thursday, July 28, 2022
Are we have to make a distance?
Dear Diary,
Hai, lama tak bersua.
Sekali lagi aku tuliskan hal yang tak jauh berbeda. Aku tak tahu akankah kami bersama hingga di Jannah-Nya. Atau akankah semua tulisan-tulisan karut ini berakhir? Menimbulkan kenangan panjang yang tak terkira adanya.
Sedari awal selalu ada isyarat tuk menjauh dari orang tuanya. Meski terlihat perasaannya juga dalam padaku. Tetapi, dalamnya hati seseorang tiada yang tahu bukan? Allah Maha membolak-balikan hati hamba-Nya. Selama ini aku bertahan. Enam tahun sudah, waktu yang tidak sebentar tentunya.
Perkara kemarin, aku tiada pernah memohon pertolongan padanya di awal untuk mengambil motorku di luar kota sana. Dia-lah yang sedari awal menawarkan diri dan orang tuaku juga mengizinkannya. Aku tak tahu menahu apabila ia belum memohon izin secara lengkap pada kedua orang tuanya. Akan tetapi, mengapa di sini aku merasa menjadi korban? Orang tuanya berpikir aku-lah yang membawa pengaruh buruk pada anaknya. Memang tidak terjadi satu kali ini. Sudah beberapa kali aku menemui hal ini. Tapi, ini yang paling menyakitkan untukku. Aku sama sekali tidak ada niat untuk membawanya pada keburukan. Bahkan aku selalu berusaha meluangkan waktu untuk memotivasinya. Memberikan ia ruang untuk mengembangkan dirinya. Menberikan dia fasilitas untuk bersama-sama mengembangkan bisnis dan mendorong dia untuk mulai belajar banyak hal, pekerjaan, bisnis, dan banyak hal lainnya. Apakah aku yang terlalu bodoh? Kesalahanku yang terus bertahan atas semua ini? Apakah ini waktuku untuk mundur perlahan?
Tidak ada sedikit pun niat dari diriku untuk menggores tinta merah pada kertas putih keluarganya. Kalau memang beliau melihat pada layar belakangnya. Aku pun juga melihat pada latar belakangku dari keluarga yang baik-baik. Tidak mungkin juga aku mencoreng nama baik keluargaku sendiri yang sangat disegani oleh orang-orang di sekitar. Keluarga mama memang dari kepolisian, bisa dikatakan sangat terpandang di lingkungan kami. Keluarga ayahku sendiri dari keluarga keturunan Arab yang tentu sangat memegang teguh agama kami, juga dari keluarga dengan nama depan Raden yang tentu juga sangat memegang teguh tata krama yang diajarkan pada budaya kami, Jawa.
Dengan begitu, apabila aku ada niat menggores tinta merah pada kertas putih keluarganya, tentu aku sendiri juga mencoreng nama baik keluargaku bukan? Sama sekali tiada niat dalam benakku untuk itu.
Siapapun yang membaca ini, aku izin memohon tolong untuk mengingatkan padaku, apakah kesalahan yang aku perbuat? Apakah aku bodoh? Apakah memang benar aku harus mundur perlahan-lahan? Meski rasa yang sangat mendalam ini takkan pernah pudar untuk selamanya. Akankah semua ini hanya menjadi kenangan panjang yang tiada berakhir? Tolong yakinkan aku untuk semua ini. Segalanya terasa fiksi dan tak bisa kuterima, meski nyata adanya. Hatiku akan selalu sama.
Lil Fleur,
Sunday, February 6, 2022
Kata "Tapi" yang Tak Berujung
Dear diary,
Sudah cukup lama aku tidak bersua. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan saat ini. Kau tahu, segala hal terjadi berbalik arah dari apa yang seharusnya terjadi. Aku tak tahu mengapa ini terjadi. Hei, tidakkah kau menanyakan kabarku hari ini? Aku jatuh. Aku berada di titik terendah dalam hidupku. Kehidupanku dengan Sang Pencipta-ku, dengan orang tuaku, dan dengan pasanganku. Semua berada di titik yang mana aku tidak tahu harus berbuat apa.
Satu hal yang aku tahu pasti adalah aku harus memperbaiki hubunganku dengan Allah. Allah Yang Maha membolak-balikan hati hamba-Nya. Aku tidak tahu apa yang harus aku ceritakan. Tapi, di dalam otakku terus berputar kata "tapi" yang tak berujung.
Sedari awal aku kembali dengan pasanganku saat ini, sekitar 3 tahun lalu, setelah kami menyatakan break selama kurang lebih 2 tahun. Aku menemui beberapa hal yang kurang mengenakkan dan membuatku berpikiran untuk mundur sedari awal. Dia adalah seorang yang berasal dari pondok pesantren, di mana dia dibentuk oleh orang tuanya untuk menjadi seorang yang baik dalam segi agamanya. Sehingga tak menutup kemungkinan apabila orang tuanya juga menginginkan dia memiliki calon pendamping hidup yang setara dengannya, sosok perempuan yang sebaiknya berasal dari pondok pesantren juga dan memiliki pengetahuan agama yang baik.
Sedangkan aku hanyalah seorang gadis umum yang sangat awam dengan hal-hal agamis dan tidak bisa dipaksa dengan keras untuk tiba-tiba dipertemukan dengan dalil-dalil shahih yang ternyata selama ini apa yang aku lakukan banyak tidak sesuai dengan agamaku sendiri, Islam. Hal ini bagiku terasa seperti jarak di antara kami yang seakan-akan kami berbeda agama atau keyakinan.
Saat awal kami bersama kembali waktu itu, aku masih sering berkutat pada seni musik. Aku membuat video cover menyanyikan lagu-lagu yang aku sukai. Aku membuat film-film pendek yang tentunya juga memerlukan musik. Aku sama sekali tidak bisa terlepas dari musik saat itu. Dan saat itu juga, tiba-tiba dia menyampaikan padaku bahwa musik adalah suatu hal yang haram dalam Islam. Bayangkan saja, seorang gadis yang tidak tahu menahu tentang ajaran-ajaran itu sebelumnya, tiba-tiba mendapatkan kenyataan seperti itu, tentu aku hancur seketika. Aku merasa seperti aku tidak bisa lagi melanjutkan mimpi-mimpiku. Aku merasa kami mungkin tidak sevisi-misi. Meski aku sangat menghargai dia ingin mengingatkan kebaikan untukku ke depannya. Tapi, bagiku cara penyampaiannya saat itu adalah suatu kesalahan.
Pada akhirnya aku memilih untuk bersabar dan berkeyakinan bahwa pasti dia bisa sedikit demi sedikit berubah menjadi lebih baik. Aku yakin bahwa dia akan semakin halus dalam menyampaikan segala sesuatu hal yang bisa saja membuatku syok ketika mendengarkannya pertama kali atas kebiasaanku selama ini.
Pada saat awal kami bersama kembali juga, aku mendapati bahwa dia menceritakan tentang masa lalunya dengan seorang gadis dari pondok asal Medan itu, yang tentunya jauh lebih syar'i dan jauh lebih tinggi daripada aku. Jauh lebih putih dan lebih cantik tentunya. Kau tahu, bagaimana aku bisa menahan seluruh rasa insecure pada diriku saat itu? Dia menceritakan juga tentang orang tuanya yang menginginkan dia memiliki pendamping hidup yang setara juga dengannya. Dalam artian, selama ini orang tuanya sudah membentuk dia sedemikian rupa untuk menjadi seorang lelaki yang sangat baik agamanya. Selama ini, orang tuanya menyekolahkan dia di sekolah-sekolah yang fokus dan baik tingkat ajaran agamanya. Tentu orang tuanya juga berkorban dan berusaha banyak hal untuk bisa menyekolahkan dia di sekolah yang berfokus pada agama yang kita tahu bahwa sekolah-sekolah semacam itu biayanya tidaklah sedikit. Tentu orang tuanya juga memiliki keinginan yang besar agar anak laki-laki satu-satunya dapat menjadi imam yang baik dan memiliki pendamping hidup yang baik pula.
Kau tahu, apa yang aku rasakan? Aku berpikir apa baiknya aku mundur sedari awal. Tapi, lagi-lagi hatiku berkata, bersabarlah, semua akan menemui kebaikan. Hingga akhirnya aku memilih untuk tetap tersenyum dan berkata pada diriku bahwa aku bisa melalui semuanya. Hatiku selalu berusaha agar otakku terus berpikiran positif dan lama-lama perasaan yang sangat sangat sangat dalam itu tercipta dalam lubuk hatiku. Aku sudah terjatuh dalam perasaan cinta yang begitu dalam.
Beberapa waktu kemudian memang yang kutemui adalah dia yang pada akhirnya menyadari bahwa untuk mencapai angka sembilan, tidaklah harus menambahkan angka satu dan delapan. Tapi, untuk menuju angka sembilan, tentu ada banyak cara yang dapat dipilih. Pada dasarnya adalah dia tidak harus menyampaikan segala sesuatu hal tentang agama terlalu keras padaku, tapi untuk mengajarkanku agama yang baik, dia bisa memilih cara yang halus agar lama-lama aku juga bisa memiliki kehidupan agama yang baik pula. Tentunya aku sangat bersyukur kala itu. Suatu sore yang dingin dibalut hujan deras dan kami berteduh di depan toko yang ramai juga dengan orang-orang yang sedang berteduh. Kala itu, seorang gadis berusia 19 tahun merasa sangat bersyukur telah dipertemukan dengan seseorang yang baik hatinya.
Kehidupan terus berjalan baik hingga gadis itu menemui usianya yang menginjak 21 tahun, ya, aku. Bulan April tahun lalu, aku diajaknya menjenguk abinya yang saat itu dirawat di rumah sakit. Aku diajaknya bertemu kedua orang tuanya. Jujur aku sangat gugup dan berdoa sungguh-sungguh agar kedua orang tuanya bisa menerimaku dengan baik. Yang kutemui saat itu adalah abinya yang bersikap dingin padaku. Aku tahu karena dia pernah menyampaikan apabila watak abinya memang seperti itu, terlebih pada orang yang baru dikenal. Terlebih juga abinya yang waktu itu dirawat dan masih dalam keadaan yang kurang sehat. Aku juga menemui ibunya. Aku berusaha bersikap ramah dan penuh senyum, meski yang kutemui adalah ketakutan. Ketakutan apabila orang tuanya belum bisa menerimaku dengan baik. Kau tahu tidak, apa yang diucapkan ibunya saat itu? Ibunya menanyakan padaku, apakah aku yakin untuk menjadi pendamping hidup putranya yang saat itu masih mencoba mendaftar Perguruan Tinggi, sedangkan aku sudah berada di semester enam pendidikan sarjanaku. Kami memang terpaut satu tahun lebih, hampir dua tahun aku lahir lebih dahulu. Aku saat itu dengan mantap menyatakan bahwa aku yakin dan aku siap. Beberapa waktu kemudian, beliau menyampaikan padaku bahwa beliau sebenarnya ingin bahwa putranya melanjutkan kuliah di Madinah saja, tidak perlu mendaftar kuliah di Indonesia, tidak perlu mendaftar SBMPTN yang saat itu sedang dia pilih.
Aku sebagai perempuan yang berusaha menjadi pasangan yang baik bagi putranya, tentu mengatakan bahwa tidak ada salahnya seseorang mencoba beberapa kesempatan yang bisa menjadi peluangnya mendapatkan rezeki. Kita tahu rezeki sudah ada yang mengatur. Akan tetapi, kita juga tidak bisa memaksakan bahwa suatu hal harus menjadi rezeki kita. Jadi, tidak ada salahnya dia mengambil beberapa peluang yang ada. Kala itu, aku tahu ibunya kurang setuju terhadap pemikiranku. Ibunya juga mengingatkanku bahwa saat ini yang terbaik adalah menguatkan hubungan kita dengan Allah, dengan rajin mengaji dan mendekatkan diri pada Allah. Tentu aku sangat menerimanya dan bagiku itu adalah hal yang sangat tepat.
Aku merasa bagaimana pun jalan yang dia pilih, insyaallah menjadi jalan yang terbaik untuknya karena dia lakukan juga karena Allah. Kita kembalikan seluruhnya pada Allah, Sang Pencipta. Aku sebagai pasangannya akan selalu mendukung apapun yang dia pilih selagi hal tersebut tidak salah dan tidak dilarang dalam agama kami. Kala itu, aku memasrahkan segalanya pada Allah. Tentang sikap yang ditunjukkan orang tuanya saat bertemu denganku. Juga tentang pikiran-pikiran bagaimana orang tuanya dapat menerimaku dengan sepenuhnya. Aku juga berpikir, mungkin saja mereka memang belum mengenalku dengan baik.
Sebulan lagi aku menginjak usiaku yang ke-22 tahun. Beberapa hari lalu, aku dihadapkan pada kenyataan bahwa ibunya berpikiran aku telah menghalangi putranya dalam mencapai mimpinya sekaligus mimpi kedua orang tuanya agar putranya melanjutkan studi di Madinah. Jujur aku sangat syok seketika. Selama ini aku tidak pernah menghalangi sedikit pun mimpi-mimpinya. Aku selalu mendukungnya. Selagi dia membutuhkan masukan, aku selalu hadir untuk memberikannya saran yang terbaik. Orang tuaku bertanya padaku, apakah selama ini aku pernah menghalangi dia? Tentu aku berkata sejujurnya bahwa selama ini aku tidak pernah menghalangi mimpi-mimpinya. Mungkin saja memang betul bahwa orang tuanya belum mengenalku dengan baik dan tidak menangkap dengan sesuai maksud kalimatku kala itu, di rumah sakit. Aku berusaha bersabar. Tapi, aku juga kembali mengingat masa-masa lalu di mana aku pernah berpikiran untuk mundur sedari awal.
Kini hubungan kami hampir mencapai enam tahun. Tentunya perasaan ini sudah sangat begitu dalam padanya. Orang tuaku selalu mengingatkanku agar aku tidak memiliki perasaan yang terlalu dalam padanya dan tidak berharap lebih padanya, karena belum tentu orang tuanya dapat menerimaku seutuhnya yang mana aku bukanlah gadis dari segi agama yang baik dan tidaklah berasal dari pondok pesantren. Tapi, aku tidak bisa mendustai perasaanku sendiri. Apakah kau mengerti apa yang kurasakan saat ini? Ya, aku jatuh dalam lubang yang sangat dalam, sehingga aku tidak tahu lagi apa yang harus aku lakukan? Apakah sebaiknya aku tetap bertahan? Apakah sebaiknya aku segera mundur? Karena daripada apabila terlalu lama aku tidak memilih suatu keputusan, ternyata nantinya kami hanya menunda kepedihan? Tolong aku. Aku tidak tahu apa yang sebaiknya harus aku pilih. Aku sudah sangat mencintainya dan kami memiliki ikatan batin yang sangat sangat kuat. Aku tidak pernah menyangka sebelumnya akan terjebak dalam lubang perasaan yang begitu dalam ini.
Siapapun yang membaca tulisanku ini, aku sangat minta tolong untuk memberikan saran padaku pada kolom komentar. Apa yang sebaiknya harus aku lakukan? Apakah hubungan ini akan terus baik-baik saja hingga nanti kami menikah? Akankah aku terus menutupi tangisanku dan bersikap seolah semua baik-baik saja? Apakah ada yang salah dari pemikiranku? Apakah sebenarnya semua memang baik-baik saja dan hanya hatiku saja yang berlebihan? Tolong bantu aku dalam memilih keputusan apa yang sebaiknya aku lakukan.
Terima kasih banyak telah menyisakan waktu untuk membaca tulisanku ini.
Lilly,
Saturday, May 29, 2021
Inner Child
1. Kegiatan favorit di masa kecil: bernyanyi, menari, lihat barbie, bersepeda, bikin hasta karya, nulis puisi. Alasan: karena aku suka aja, menyenangkan, bikin mood bahagia.
2. Sekarang aku ga pernah bersepeda ataupun bikin hasta karya karena memang ga ada waktu, ada hal yang lebih ku prioritaskan, dan terakhir mungkin karena malas. Aku merasa sekarang aku sudah punya kesibukan, sedangkan dulu aku masih punya banyak waktu. Aku pernah sekali dua kali bersepeda dengan adek sepupu yang masih SD, itu pun hanya menemaninya. Aku tak pernah membuat hasta karya lagi semenjak aku beranjak dewasa ini.
3. Bakatku waktu kecil mungkin lebih ke seni ya. Aku suka segala hal berkaitan dengan seni. Aku punya bakat di bidang kerajinan. Tapi, sejujurnya aku senang mencoba segala hal dan aku bisa segala hal, hanya saja tidak sampai aku mahir di suatu bidang. Aku juga senang memasak. Reaksi orang ketika aku SD masih awal-awal belajar memasak, meski hanya sekadar membuat mie instan ala aku sendiri, mereka tampak senang dan mempercayaiku bahwa mie buatanku paling enak. Senang rasanya waktu itu. Selain itu banyak yang suka juga dengan hasta karya yang aku buat. Suatu ketika aku ingat pernah ditanyai seseorang tentang apa cita-citaku, aku menjawab sekenanya, "Aku ingin jadi chef!". Ya, karena aku suka masak. Tapi, langsung orang tua dan yangtiku bertatapan tidak enak padaku, lalu marah saat sudah di rumah, mereka berkata, "Cita-cita itu yang tinggi, jangan memalukan kami, malu kalau orang 'batin' cita-citamu ga tinggi. Cita-cita itu ya jadi dokter, jadi ilmuwan, dan profesi yang bagus lainnya." Yaa, mungkin kurang lebihnya seperti itu, karena ucapan aslinya pakai bahasa jawa. Aku sempat syok menghadapi respon mereka dan yaa ga berani lagi. Akhirnya aku berusaha mencari-cari apa yang cocok buat aku; ilmuwan. Yap, akhirnya aku meyakinkan diriku buat jadi ilmuwan dan bakal kuliah di UI jurusan yang berbau IPA. Lucu sih hehehe.
4. Aku senang kehidupan masa kecilku karena aku bisa mengeksplor banyak hal. Hampir segala bidang aku bisa. Karena memang selalu diberi kesempatan untuk mencoba, hingga akhirnya aku menyukai banyak hal. Meski aku tak bisa hebat di salah satu hal.
5. Cita-citaku waktu kecil adalaah... ilmuwan.
6. Kegiatanku waktu kecil adalah bermain dan belajar. Seperti bersepeda, 'pasaran', bernyanyi, bermain acting, menyanyi, aku juga suka belajar. Aku rasa cukup punya kebebasan dalam memilih, tapi juga suatu kala ketika apa yang aku pilih menurut mama ayah itu salah, pasti aku dimarahin besar-besaran dan akhirnya aku makin kesini juga takut buat memutuskan pilihan sendiri. Yaa bisa jadi si mengikuti kemauan orang-orang di sekitarku.
7. Hobiku sekarang adalah menonton film, edit video, fotografi, videografi, desain, yaa masih berbau seni, cuma beda rupa aja. Aku senang ketika aku merasakan kebebasan menikmati hidupku, seperti berkeliling kota, traveling ke pantai ataupun gunung, aku sukaa kebebasan sambil menghirup udara segar.
8. Hal-hal yang tidak nyaman aku rasakan waktu kecil adalah ketika: di awal waktu aku merasa enjoy dan senang, lalu suatu ketika aku melakukan suatu kesalahan yang bahkan aku tidak mengerti bahwa itu suatu kesalahan, mama ayah marah padaku, dan seketika mood ku dari yang awalnya senang langsung berubah muram. Sampai saat ini, dewasa ini juga masih sering kurasakan. Aku gatau kenapa juga sampai saat ini aku masih menjadi orang yang aneh, yang punya cara sendiri, berbeda, dan menurut orang tuaku itu adalah suatu kesalahan. Aku menghadapinya waktu kecil dulu ya haya pasrah, aku nunduk, dan dalam hati berusaha: tolong lupakan semua ini, aku tidak nyaman berada pada perasaan bersalah. Aku memikirkan bahwa diriku benar-benar aneh, salah, bodoh, dll, aku berpikir bahwa orang lain mungkin memang ingin yang terbaik buat aku, tapi aku juga merasa: seharusnya bisa dong memberitahu aku pelan-pelan, tidak langsung menusuk ke hati, dan membuatku benar-benar merasa bersalah. Yang tahu tentang masalahku ya sudah pasti hanya diriku sendiri. Tiap kali aku mencoba ingin menjelaskan ke mama ayah, pasti mama selalu langsung tidak setuju dan tidak memberi aku waktu untuk menjelaskan, dan aku sendiri juga masih terlalu takut untuk melanjutkan dan speak up. Sedari kecil aku merasa tidak begitu nyaman untuk mempercayai seseorang, bahkan mama atau ayahku sendiri. Karena memang seringkali aku melakukan kesalahan pasti langsung kena marah. Padal aku ingin sekali mama ayah menjelaskannya pelan-pelan dengan bahasa yang halus dan tidak menusuk hati. Karena kalo udah sekali 'kejentok', pasti diriku selalu merasa: aku harus melupakan semua ini sekarang juga, aku tidak ingin ingat lagi, karena aku tidak suka berada di perasaan bersalah dan disalahkan dan diungkit-ungkit. Tapi memang begitu adanya.
Saturday, February 27, 2021
Ujung Jalan yang Tak Bertepi
February, 27th 2021
Dear Diary,
Jadi hari ini aku pergi ke Tuban bersamanya. Tadi pukul 6.30 aku berangkat. Kami melewati jalur atas. Tujuan kami adalah Pantai Remen. Ketika sampai di daerah Merakurak kalau tidak salah, kami pun berhenti di Indomaret untuk sarapan. Itu sekitar pukul 8.00. Aku juga tak tahu mengapa perjalanan terasa sangat lama. Kami pun makan sekitar 30 menit atau mungkin lebih. Selanjutnya kami lanjut perjalanan lagi yang masih kurang belasan kilometer. Akhirnya kami pun tiba di Pantai Remen pada pukul 9.50. Aku juga tak tahu mengapa selama itu. Seumur hidup aku pergi bersama orang tuaku pasti selalu cepat di perjalanan. Padahal jarak rumah ke tujuan kami, Pantai Remen, hanya sekitar 50 km. Jujur, dia mengendarai motornya dengan cukup pelan menurutku. Dia tipikal orang yang slow, kalem, dan segala sesuatu hal dilakukan dengan pelan-pelan. Dalam keluarganya pun begitu. Mendengar dari cerita-ceritanya. Keluarganya juga begitu (aku tak tahu bagaimana menyebutnya, yang jelas sangat bertolak belakang dengan keluargaku yang sangat 'cekat-ceket', serba cepat dan dengan perhitungan yang pasti). Seringkali dia cerita, ketika berangkat ke suatu tempat, entah barang bawaan orang tuanya ada yang tertinggal, entah lupa belum mengisi e-toll, entah terlalu lama mempersiapkan diri dan akhirnya tidak tepat waktu. Juga tipikal cara mengemudi yang ada di keluarganya adalah pelan, menurut aku. Bayangkan saja, perjalanan dari Solo-Bojonegoro via toll mereka tempuh 4-5 jam plus berhenti untuk istirahat. Sedangkan tipikal mengemudi keluargaku saja, tol Solo-Ngawi bisa ditempuh 30 menit. Lalu, Ngawi-Bojonegoro hanya 1,5-2 jam, yang artinya, Solo-Bojonegoro atau sebaliknya bisa keluarga kami tempuh hanya dalam waktu 2-2,5 jam. Sangat bertolak belakang tentunya dengan keluarganya. Sedari tadi dalam perjalanan aku katakan, agak cepat gapapa. Kencengan. Ngebut. Yang penting tetep safety. But, it still can't. Dia bilang motornya tidak bisa diajak kencang. Tapi, menurutku juga memang dia tipikalnya kalem, tidak bisa 'wet wet wet', dan memang itu bawaan dari keluarganya. Juga tidak bisa satu kali tempuh.
Aku dan dia banyak berhenti untuk istirahat, entah di indomaret, masjid, ataupun pom bensin, yang mana di keluargaku hal ini sangat sangat sangat jarang terjadi. Terlebih hanya perjalanan di bawah 120 km. Kalau tidak benar-benar kebelet, ndak bakal keluargaku berhenti selama perjalanan. Sedangkan tadi aku dan dia ke Tuban saja ada 5x berhenti untuk beristirahat, shalat, ataupun makan. Ya, aku tahu, dia kelelahan, dan tangannya sampai ngapal karena bawa motor hampir 12 jam. Sungguh aku sangat sedih melihat kondisinya. Tapi, di lain sisi aku juga bingung. It's not my family typical. Alhasil, aku kena marah dong sedari tadi aku tiba di rumah pukul 17.00 hingga saat ini pukul 21.00. Ini karena aku di Tuban memakan waktu hampir 12 jam. Note: HAMPIR 12 JAM. Aku anggap, yaudalah, santai aja. Tapi, kok ternyata semakin ke sini semakin dibahas dan nyamber ke hal-hal lainnya. Terus-terusan disidang. Padahal tujuan aku tadi juga cuma ke pantai aja, itu pun kami sangat menghemat waktu buat tidak berlama-lama. Aku sudah berusaha jujur sebisa mungkin ke kedua orang tuaku. Tapi, mereka masih mengelak seakan tidak percaya bahwa aku sedang jujur. Tidak percaya bahwa perjalanan bisa ditempuh selama itu. Tidak percaya. Tidak percaya. Dan tidak percaya.
Di satu sisi aku ingin menangis. Kenapa? Kenapa mereka tidak percaya? Kenapa kenapa kenapa. Banyak sekali tanda tanya dalam benakku. Tidak hanya masalah tidak percaya saja. Juga, diriku sendiri dalam keluargaku dilabeli sebagai pribadi yang sangat lelet dan lambat. Orang tuaku setiap hari selalu marah hanya karena aku tidak fast-thinking, memiliki pemikiran yang aneh dan berbeda, pribadi yang useless-able. Karena mama dan ayahku paling tidak suka dengan orang-orang yang lambat. Tetapi, selambat-lambatnya aku, sepertinya juga tidak akan selambat perjalanan hari ini. Orang tuaku selalu ingin aku untuk menjadi pribadi yang kuat, tidak lembek, dan cepat. Dan ketika aku mendapatkan calon, seseorang yang bagiku spesial ini, bahkan orang tuaku juga menyebut jika calonku ini pribadi yang lambat. Terlebih sering kali apabila aku dan dia ada janji, dia sangat sering tidak tepat waktu. Entah ada saja yang terjadi. Dan itu juga membuat orang tuaku sedikit percaya-tidak percaya, kesal, dan juga mengejekku tentunya. Keluargaku begitu disiplin. Tapi, bukan berarti keluarganya tidak disiplin yaa.. Gimana ya, aku bingung untuk mendeskripsikannya. Intinya ya itu tadi, mindset keluarga kita berbeda. Aku kok juga jadi stress sendiri kalo orang tua terus memarahiku karena perjalanan tadi tidak bisa on-time, efisien, cepat, dan planning-able. Karena dalam keluargaku, segala sesuatu hal harus direncanakan dengan matang, sematang-matangnya. Semua memiliki penakaran yang terperinci dan dengan sangat sesuai.
Mungkin saja entah siapapun kalian yang membaca ceritaku ini akan bingung menangkapnya. Tapi, begini adanya, aku pun juga bingung harus bagaimana mendeskripsikannya. Tapi, aku ingin menyampaikan apa yang membuatku gundah saat ini. Aku sangat sangat minta tolong, berikan saran dan masukan yang membangun bagiku untuk mengatasi kegundahan hati ini. Haruskah aku sampaikan ke dia, apabila tipikal keluarga kami berbeda? Atau haruskah aku bersabar dan yakin kalau kami bisa menyatukan dua keluarga ini dengan perlahan nantinya? Atau hal apa yang seharusnya aku lakukan? Tolong...
Terima kasih telah membaca kisahku hari ini. Sampaikan juga terima kasihku pada semesta, karena telah mempertemukanmu dengan kisahku ini dan memberikan saran serta masukan yang membangun.
Ferly Arvidia,
Thursday, November 26, 2020
a day to remember
Dear, You
Hei. It's been 15 weeks we didn't meet. But it feels like 15 years I didn't meet you. I know it seems so hyperbole, but I'm sure you understand what I'm feeling. I just didn't know why I have such a deep feeling on you.
15 weeks have passed, but all those memories are still very detailed in my mind. Your smile at me. Your laugh. Your kindness. Your eye's staring at me. And all of the things of you. It still circling in my head and the more I thought about it, the less I could bear it.
You know? I always count the days and feel so excited to welcome the new days. Because I thought that the sooner the days change the sooner we will meet. But sometimes, I feel like what I was to do? The days will always be the same. We both have new activities. Often we feel that something is no longer the same. But we both believe that this is just a feeling that arises while away.
Sometimes I feel so tired but I realized that it hurts me so deep. I feel so hopeless sometimes and realize that it hurts me too. I pretend to not feel everything and I realized that it also make me hurts. I just dunno what I should to do.
But the one you should know is what I do is always be the same: my prayer on you is always same, my feeling on you is always same, even in a long time. This feeling would never change until the rest of my life and the afterlife.
Your beloved,
Me
Saturday, March 21, 2020
I Just Hate Being Myself
Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan lagi. Aku merasa menjadi manusia paling tak berguna di dunia ini. Aku merasa tak ada yang memberi dukungan. I just hate being myself.
Awalnya, semua baik-baik saja. Aku senang menjalani hari yang penuh warna. Ceria. Bahagia. Senang. Tanpa amarah. Aku sangat senang menjalani hobi-hobiku selama berada di rumah. Di kala kuliah sedang diliburkan, karena adanya pandemik yang kuharap akan kunjung usai ini. Akan tetapi, semua berubah ketika itu terjadi.
Sejujurnya aku adalah seorang yang tak mampu menerima kritik dan ucapan yang menusuk dengan begitu saja. Seringkali sedari masa kanak-kanak, aku menerima banyak ucapan menusuk yang sebenarnya tidak bisa ku terima. Aku lelah dengan menjadi diriku sendiri. Seakan-akan aku hidup hanya untuk memuaskan orang lain. Aku tak bisa jika harus terus begini. Beberapa teman yang melontarkan ucapan itu padaku, rasanya aku telah muak. Tetapi, bahkan seorang ibu yang telah melahirkanku saja juga seringkali memberi ucapan menusuk itu padaku. Di kala aku berjuang dengan yang namanya jerawat. Di kala berat tubuhku kian bertambah. Aku menyadari begitu banyak kekurangan dari diriku ini. Tapi, aku sadar. Aku sadar untuk memperbaikinya. Cukup dengan berniat pada diri sendiri dan berkata bahwa aku bisa.
Tentu semua tidak semulus itu. Jika aku tetap seperti itu, berdamai dengan diriku sendiri. Cukup berniat dan melakukannya, lalu yaa berat tubuhku tetap terjaga dan aku juga bisa mengatasi jerawatku sendiri atas izin Allah. Akan tetapi, semua berubah. Dari yang awalnya damai, menjadi hal yang tidak aku inginkan. Aku paling tidak senang dengan pertikaian. Tapi, itu terjadi begitu saja. Ketika ibu yang melahirkanku mengatakan hal yang menyakitkan padaku, hingga membandingkanku dengan yang lain. Itu adalah hal yang paling menyakitkan bagiku. Sungguh kala itu aku tak bisa menahan egoku. Tak sadar kalimat dengan nada tinggi ku ucapkan, aku merasa seperti mengalami bullying secara tidak langsung dari ibuku sendiri. Padahal sebenarnya aku mengerti, memang itu cara orang tuaku sedari aku kecil untuk mendidikku menjadi orang yang kuat. Tertempa. Tahan dengan dunia yang keras. Aku sadar jika apa yang beliau ucapkan adalah sebuah kebenaran atas ketidaksempurnaanku dan aku yang tak dapat mengontrol diriku dengan baik. Namun, dewasa ini sejujurnya yang lebih ku butuhkan adalah sebuah dukungan. Bukan kalimat-kalimat menusuk yang bukannya membangun, tapi malah membuat diriku semakin terpuruk.
Aku tak tahu lagi harus bercerita pada siapa. Aku merasa sepertinya aku membutuhkan seorang psikiater yang dapat menyembuhkan mentalku ini. Juga aku berjanji pada diriku sendiri, jika aku memiliki buah hati nantinya, aku tidak akan memperlakukan anakku seperti yang aku alami. Efeknya akan lebih panjang tersimpan sepanjang hidupnya, bahkan sampai ia tua renta nanti. Just like me.
Tadi pagi, awalnya semua juga berjalan baik-baik saja. Aku berniat untuk menjalani diet yang akan aku lakukan. Aku telah mengonsumsi sebuah apel yang baru saja ku beli kemarin sore. Akan tetapi, tiba-tiba ibuku memanggilku untuk makan. Aku yang keras hati berniat untuk diet, karena aku juga tak kuat lagi menanggung ucapan-ucapan menyakitkan itu. Aku bersikeras untuk tetap tidak sarapan. Namun, ibuku berkata akan menyita HP-ku dan tidak diizinkan berhubungan lagi dengan dia yang insyaallah akan menjadi pendamping hidupku nantinya. Hingga ibuku kian murka dan berkata bahwa aku adalah anak durhaka. Tidak bisa dikasihani orang tua. Hingga aku diusir untuk kembali ke kota perantauanku, daripada hanya membuat amarah di rumah. Aku tak tahan lagi. Aku menangis sebisa mungkin. Aku hanya tak kuasa menerima ucapan-ucapan layaknya ejekan dari ibuku ketika aku sedang mengalami hal-hal sulit. Aku merasa telah memiliki caraku sendiri untuk mengatasinya, tetapi tiba-tiba orang tuamu memiliki cara yang berbeda dengan kalimat menyakitkan dan kalimat-kalimat perbandingan lainnya yang tentunya akan semakin menciptakan gejolak di dalam hati hingga membuncah dan siap meledak kapan saja.
Ibuku berkata bahwa paling tak suka dengan pertikaian. Dalam hati aku pun berkata, begitu pula aku. Tapi, juga kalimat yang ibuku ucapkan kemarin sore sangat menyakitiku dan membuat diriku tak bisa berdamai dengan diriku sendiri. Bahkan sampai saat ini pun aku belum berani menyampaikan sepatah kata maaf pada ibuku sendiri. Aku masih tak siap jika air mata ini jatuh lagi, sehingga ibuku kembali tidak senang melihatku terus-terusan menangis. Lalu berkata, "Kayak diapakan aja, orang juga ndak diapa-apakan." Tapi bagiku, ini hal yang paling menyakitkan untukku.
Aku tak tahu lagi apa yang harus aku lakukan. Jika tak sengaja orang tuaku membaca ini. Ma.. Yah.. Maafkan Nindi yang tidak tahu diri ini. Yang belum bisa mengontrol emosi ini. Dan yang belum bisa menerima segala ucapan menyakitkan dengan legowo begitu saja. Maafkan Nindi yang penuh kekurangan ini. Aku minta maaf belum bisa membuat kalian bangga dengan memiliki anak tunggal sepertiku. Maafkan keegoisanku selama ini. Maafkan Nindi... 😭😭😭
Terima kasih, sudah selalu mau mendengar cerita-ceritaku di masa-masa kelabilanku ini. Aku berharap akan ada jawaban membangun yang akan memperbaiki semua kerumitan ini. Terima kasih untuk segalanya.
Lilly,
Sunday, May 19, 2019
Embun dari Selatan
Soo long time I didn't tell you anything.
Tau ga sih? Dia yang lama hilang, kini telah kembali. Membawa hasil yang berlimpah ruah dari benih-benih yang dahulunya kami tanam bersama. Bahkan ia membawa perasaan lebih besar dan membawa banyak pula harapan. Aku hanya bisa berdoa semoga harapan tersebut berbuah menjadi kepastian yang berujung.
Aku suka. Keberaniannya. Kesungguhannya. Ketenangannya. Senyumannya yang sehangat mentari pagi. Tawanya. Semua tentang dia membuatku nyaman. Aku tak pernah merasa sedalam ini dengan seseorang. Setelah tiga tahun menghilang, dan kini kembali lagi merupakan suatu kemustahilan yang menjadi kenyataan.
Rasa ini begitu membuncah semakin membesar setiap harinya. Rasa rindu yang tertanam dalam benak masing-masing selalu menyeruak untuk segera dituruti. Ya, masih seperti dulu. Kami masih berjarak. Hubungan jarak jauh yang menurut banyak orang itu berat. Tak semua dapat bertahan karenanya. Akan tetapi, kami selalu berusaha untuk mempertahankan dan memupuknya agar rasa yang tercipta akan tumbuh semakin subur setiap harinya. Sesederhana kami menyatakan untuk saling berkomitmen. Aku pikir itu adalah kunci dari sebuah hubungan. Tak hanya hubungan jarak jauh.
Ah, aku tak mau membicarakannya terlalu dalam. Modern ini, banyak istilah kekinian mulai bermunculan. Salah satunya adalah bucin (budak cinta). Dengan terciptanya istilah tersebut, segala aktivitas dalam 'hubungan' disangkutpautkan dengan bucin. Padahal aku rasa tidak semuanya benar. Hal ini membuat beberapa orang takut untuk mengutarakan ceritanya hanya karena tak siap dikatakan bucin.
Kemana saja aku selama ini? Bodohnya aku menyia-nyiakan kenyamanan ini dalam beberapa tahun terakhir. Kini aku telah menyesal. Aku ingin mengubah segala mindset remajaku yang sangatlah penting bagi setiap orang untuk memiliki sosok 'cadangan'. Jika kita telah diberi satu yang sungguh-sungguh, mau cari yang bagaimana lagi? Tidakkah mudah bagi kita untuk selalu bersyukur? Maka, nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan?
Dan ya, aku ingin bercerita tentang ia yang meminta pelukan pertamaku. Tentang ia yang selalu menggenggam tanganku ketika kami jalan. Dan ia yang selalu memberikan bahunya untukku bersandar ketika aku berada di titik terendah. Juga 'selalu-selalu' yang lain. Aku hanya ingin mengucapkan terima kasih telah kembali. Dan aku harap apa yang kamu rencanakan dapat terwujud. Mari kita sama-sama berjuang. I will always by your side. Dan aku harap dengan sangat, semoga setelah ini tak ada lagi jarak yang terbentang di antara kita. Aamiinn...
Mungkin aku hanya menuliskan ini saja malam ini. Besok aku ada jadwal UAS (Ujian Agak Serius) matkul Kewarganegaraan. Doakan aku berhasil, ya. Dan doakan IPK-ku dapat meningkat. Agar aku dapat membuktikan bahwa sebuah hubungan tidak akn mengganggu prestasi kita. Sekian. Selamat malam.
Selamat menunaikan ibadah puasa ramadhan.
Ferly Arvidia,
Tuesday, June 19, 2018
Galau Tidak Diterima di PTN Favorit? Bukan Saatnya!
And all of my lovely readers.
Kau tahu? Saat ini jam dinding sedang menunjukkan pukul tiga dini hari. Dan aku belum bisa tidur sejak tadi malam. Aku rasa aku perlu obat tidur. Tapi sayang, stok obat tidur di kotak obat rupanya sudah habis. Aku tak tahu apa yang akan kulakukan. Jadi, ya begini hasilnya. Kulihat laptop, lalu kuingin menulis.
Sudah tiga bulan aku tak berkeluh kesah tentang keseharianku. Tak terasa waktu berjalan sangat cepat. Alhamdulillah Allah memberikan jalan yang terbaik bagiku. Seperti doa yang selalu aku panjatkan setiap harinya. Meski nilai UN tak sesuai ekspektasi, tapi menurutku masa depan tidak ditentukan oleh nilai. Jadi, aku rasa itu tak begitu penting. Sah sah aja sih. Dan yang paling tidak kukira, akhirnya ku diterima di jurusan favorit aku. MANAJEMEN. Manajemen cuy, MANAJEMEN! Sempat kecewa sih awalnya, soalnya bukan kampus pilihan pertamaku. Tapi kalau dipikir-pikir, kenapa kita sebagai manusia selalu menuntut yang lebih? Padahal jika kita sadari, Allah telah memberikan semua yang kita minta. Seharusnya kita bersyukur atas semua pemberiannya dan menerimanya dengan ikhlas. Semua ada jalannya.
Banyak teman mengeluh karena deg-deg-an menunggu hasil sbm dan akan mengikuti test ikatan dinas. Sebenarnya sama aja sih. Aku juga deg-deg-an mau ikut test STAN. Tenang, itu manusiawi. Tapi, ya jangan berlebihan kayak mau perang dunia aja. Toh, kalau itu emang perang, kita sudah berjuang di jalan yang benar. Sudah berusaha sekuat tenaga. Dan kalah atau menang itu hal biasa. Jika di tengah jalan ternyata Allah mencabut nyawa kita. Tetaplah bersyukur. Berarti itu jalan yang terbaik.
Bukan berarti karena aku sudah mendapat kampus, lalu aku bersikap santai seperti ini. Tentu tidak! Kita masih sama-sama berjuang. Untuk meraih cita-cita setinggi mungkin. Semua memiliki hak untuk menggapai bintangnya. Tapi ingat, masa depan kita sudah ada yang mengatur. Sebenarnya kita hanya perlu menjalaninya seperti air yang mengalir. Syukuri apa yang telah Tuhan berikan pada kita. Jangan suka mengeluh!
Aku jadi ingat, kata ustadz yang dulu diundang waktu doa bersama sebelum USBN di sekolahku. Berkata jika kepribadian seperti air mengalir itu kurang baik. Berarti plin-plan, tidak punya arah, tujuan, tidak punya pendirian, dsb. Menurutku, segala hal itu tentu ada negatif dan positifnya. Tinggal darimana kita melihat sudut pandangnya. Semua hanya perihal sudut pandang. Lalu, pilihan yang kedua adalah lilin, sang pelita dalam kegelapan. Lilin memang dapat menyinari kegelapan, tapi ketika masanya habis, lilin tersebut juga takkan berdaya. Dan yang terakhir, yang terbaik katanya, bunglon. Beliau memfilosofikan bunglon seperti kepribadian yang mudah beradaptasi. Tapi, jika dipikir-pikir, bunglon juga berarti kepribadian yang senang bersembunyi atau menyamar ketika mendapat suatu masalah. Karena ia terlalu takut untuk menghadapinya. Lantas, tetapkah kalian berpikir jika berkepribadian seperti bunglon-lah yang terbaik?
Terlalu banyak perumpamaan di dunia ini yang bisa disaru. Jangan men-judge di satu sisi. Mungkin kalian melihat dengan angle yang salah. Contohlah yang baik-baik. Salah satunya selalu ikhlas menerima semua pemberian Allah seperti air mengalir. Tetap mengalir sampai hilir hidupnya meski tiap kali menerjang bebatuan yang besar. Percayalah, semua ada jalannya.
Udah dulu deh, baterai laptopku udah sekarat. Terserah jika mau diterima atau tidak. Bukan bermaksud menggurui. Tapi, alangkah baiknya kita saling mengingatkan. Terima kasih! :)
Ferly Arvidia,
Monday, September 4, 2017
Sudah Baikkah Kurikulum di Indonesia?
Kali ini, gue mau membahas tentang kurikulum yang ada di Indonesia. Sudah baikkah? Dengan adanya pergantian kurikulum setiap pergantian menteri? Tak berpikir bagaimana nasib pelajar yang berulang kali menjadi kelinci percobaan? Berdampak baik atau burukkah?
Oke, mari kita pikir lebih dalam. Awalnya gue itu sebal dengan adanya sesi pertanyaan pada setiap presentasi pelajaran di kelas yang dilakukan oleh setiap kelompok. Tentu saja teman-teman berebut ingin bertanya untuk mendapatkan nilai tambahan. Sedangkan itu membuat siswa yang tidak paham materi (sehingga tak tahu harus bertanya apa) dan siswa yang tidak ditunjuk untuk mengajukan pertanyaan. Pasti itu akan sangat sakit. Padahal mereka yang bertanya belum tentu paham apa yang ia tanyakan.
Zaman sekarang, khusunya pada kurikulum 2013 ini, siswa lebih sering melakukan presentasi (sedangkan guru tidak banyak menjelaskan, malah menuntut siswa agar mereka mengetahui dan memahami pelajaran tersebut meski sang guru belum menjelaskan). Lalu, siswa berebutan bertanya hanya bertujuan mendapatkan nilai tambahan. Maka timbullah pertanyaan, apakah itu akan bermanfaat?
Katanya lebih baik diam daripada kau tak tahu apa yang dibahas? Tapi, jika kau diam, tentu juga takkan mendapatkan nilai. Maka dengan begitu, penyampaian materi tidak akan merata. Siswa yang sudah pintar, akan semakin pintar dengan pertanyaan-pertanyaan itu. Sedangkan siswa yang kurang pintar, akan semakin tak paham karena tak berani bertanya dan tak tahu apa yang harus ditanyakan. Gue merasa terdapat sedikit penindasan dalam hal tersebut.
Gue seringkali berpikir apa yang orang lain tidak pikirkan. Gue juga nggak tahu kenapa. Tapi, gue merasa aja jika hal ini tentu tidak baik.
Ketika KTSP sudah berjalan lama dan cukup baik, tiba-tiba muncul lagi kurikulum baru. Dan banyak buku paket baru yang harus dibeli. Padahal dahulu kita mendapat pinjaman dari dana bos untuk semua buku. Tapi sekarang hanya beberapa buku saja, karena beberapa buku lainnya tidak layak (dalam artian berbeda penjelasan karena perbedaan kurikulum). Setelah kurikulum 2013 pula, setiap tahunnya bahkan masih terbit buku pelajaran baru. Sehingga pembelajaran di sekolah menjadi tidak efektif.
Tuesday, August 22, 2017
Seribu Jalan Menuju Roma
Okay, let me tell you about fail.
Kegagalan bukanlah akhir dari segalanya, Kawan! Percayalah, Tuhan pasti memberikan rencana yang terbaik untuk
Misal saja, jika salah seorang dari kalian telah mengikuti berbagai macam tes untuk mendaftar hingga lima perguruan tinggi atau lebih, tetapi kalian masih saja gagal. Apa yang akan kalian lakukan? Mengulang masa SMA lagi? Tentu itu tidak mungkin. Lantas bagaimana?
Kalau untuk kawan yang masih SMA sih nggak papa, belajar dengan giat, berlatih setiap hari agar memperoleh hasil yang maksimal. Tetapi, jika sudah berbicara tentang takdir atau faktor 'kebejoan', bisa jadi meski sudah belajar sungguh-sungguh tetap saja tidak diterima. (Naudzubillah). Lalu, apakah kalian akan menjadi pengangguran seumur hidup? Tentu saja itu pilihan yang bodoh.
Ada seorang kawan saya di sekolah yang berkata dia akan belajar dengan sungguh-sungguh agar lolos seleksi. Tetapi, setelah saya tanya bagaimana jika tidak lolos? Dia bersikeras untuk mengikuti les (bimbingan belajar) agar dia bisa mengikuti tes PTN (Perguruan Tinggi Negeri) pada tahun berikutnya. Tapi, bagaimana jika mereka yang keadaannya tidak begitu dalam hal materi? Tentu takkan bisa mengikuti bimbel dengan mudahnya minta pada orang tua atau dengan mudahnya membeli buku. Lantas bagaimana?
Hidup ini keras. Kita sebagai manusia ditempa untuk menjalani semua masalah. Berusaha dan berdoa merupakan pasangan yang sudah tak dapat dipisahkan dan harus dilaksanakan. Dengam bekerja, mungkin mereka bisa sedikit membantu beban orang tuanya. Dengan bekerja, dia akan mendapat uang yang lumayan dapat digunakan membeli buku dan keperluan lainnya demi menghadapi ujian depannya. Tetapi, ada beberapa orang yang tidak setuju jika dengan bekerja anak tersebut bisa terjamin kesuksesannya. Memang tidak menjamin sih, tapi menurut saya dengan bekerja bisa menjadikannya mandiri dan lebih tahu betapa kerasnya dunia luar. Mereka ya g sudah kuliah, belum tentu pernah merasakan bagaimana kerasnya dunia, susahnya mencari uang, dan susahnya membanggakan orang tua. Kita sebagai manusia harus berkaca diri, jangan jadikan diri kita sebagai orang yang congkak. Kita ini insan, bukan seekor sapi -Kata Fourtwnty. Maka, dengan adanya kegagalan bukan berarti kita jatuh. Kita masih bisa bangkit. Roda pasti berputar. Jangan sekalipun mengeluh, jika tidak diterima di sekolah favorit. Bercerminlah! Lihatlah mereka yang justru membanting tulang, bekerja demi masa depannya. Seribu jalan menuju Roma menanti kita di depan sana. Jangan sekalipun kita lalai dan patah semangat! Orang besar tidak harus dilihat dari title-nya. Mereka yang sukses tidak harus berlatarbelakang pendidikan yang optimal. Kalian yang sungguh-sungguh pasti bisa mengalahkan mereka.
Cukup sekian cerita saya kali ini, karena tugas Teks Sejarah Bahasa Indonesia masih menanti. Mohon maaf jika ada salah kata, jika ada salah satu dari kalian yang tidak sependapat. Sekali lagi, saya mohon maaf sebesar-besarnya. (Udah kayak pidato aja)
Okelah, see ya soon!
Ferly Arvidia,
Thursday, December 8, 2016
STUPID Tingkat CUPID
Thursday, January 28, 2016
Perbedaan Cewek dan Cowok di 2016
Gimana nih kabarnya? Kali ini saya bakal posting tentang hal yang terbaru, perbedaan cewek dan cowok di tahun 2016. Ya, semua berawal dari perdebatan saya dengan seseorang tentang perbedaan cewek dan cowok, dari sanalah saya berniat membagikan infonya pada kalian.
Sebelumnya, kalian pasti pernah mendengar ungkapan ini, “Men are from Mars, Women are from Venus.”
Yup, benar sekali. Cewek dan cowok merupakan makhluk yang sangat berbeda. Perbedaannya tak hanya dari segi fisik, tetapi bisa dilihat juga dari cara pemikirannya, sifatnya, kebiasaannya, dan hampir semua yang mereka miliki sangat bertolak belakang. Perbedaan mereka begitu aneh bin ajaib, konyol, dan benar adanya. Tetapi, karena perbedaan itulah mereka bisa bersatu untuk saling melengkapi. Cielah..
Daripada penasaran, yuk kita lihat apa saja sih perbedaannya? Oh ya, aku ingatkan terlebih dahulu. Jangan sampe senyum-senyum sendiri loh, ntar dikira orgil (orang gila) lagi. Ups!
1. Cewek yang Gak Peka atau Cowok yang Gak Peka?
Sering kali cowok bilang cewek gak peka, dan juga sering kali cewek bilang kalo cowok tuh gak peka. Tapi, mana nih yang benar? Cewek atau cowok yang gak peka. Mari kita uraikan.
Sebelum masuk ke kata "Peka", biasanya sering kita dengar kata "Kode". Mungkin kalian banyak berpikiran jika cewek itu sukanya ngode(?) Jujur saja lah, gak papa kok. Sebenarnya itu bukan kode, itu hanya suatu hal yang mungkin sengaja dilakukan cewek untuk mengetahui si cowok peka atau tidak. Jangan disamakan dengan Pramuka yang penuh dengan kode dan sandi yang harus kalian pecahkan hingga menemukan jawabannya. Ribet kan, ya?/ Lalu, jika kaum Adam berkata bahwa kaum Hawa tidak peka itu juga kurang tepat. Kenapa? Karena sebenarnya cewek itu peka, bahkan sangat peka. Mereka punya intuisi atau feeling yang kuat. Hanya saja, mereka tidak ingin mengungkapkannya secara langsung. Mereka akan selalu menunggu kaum Adam untuk mengungkapkannya duluan, karena mereka ingin mengetahui siapakah yang benar-benar memprioritaskannya. Lantas, siapakah yang sebenarnya "Gak Peka", cewek atau cowok? Kalian pasti bisa menyimpulkan sendiri. :)
2. Cewek, Jangan Suka Bohongin Diri Sendiri yak!
Perbedaan kedua, cewek lebih suka bohongin dirinya sendiri. Tetapi, kenapa cowok masih tega bohongin ceweknya? Kan ya sakit.
Cewek kalo udah sayang dan nyaman pasti bakal susah move on-nya, bahkan mereka acap kali mendustai dirinya sendiri demi menjaga perasaan si cowok. Tetapi, tak jarang cowok yang memermainkan perasaannya. Cewek strong kok, Guys! Tenang aja.
3. Persahabatan Cewek dan Cowok
Setelah perbedaan dalam hal perasaan, terdapat juga perbedaan dalam persahabatan mereka loh. Cewek lebih suka memanggil sahabatnya dengan panggilan layaknya "Beb, Say, Sis, atau yang lainnya". Mereka suka berbasa-basi dengan mengutarakan ini itu. Tapi nyatanya, tak semua persahabatan mereka berjalan mulus. Sering kali mereka saling menusuk dari belakang. Wah, sakit tuh! Tapi ingat, gak semuanya kok. Masih ada yang baik, jadi tenang...
Sedangkan persahabatan cowok, mereka biasa saja. Lebih suka memanggil sahabatnya dengan panggilan yang blak-blakan dan kasar. Tapi jangan ditanya, persahabatan mereka begitu indah. Mereka tak terlalu memikirkan masalah-masalah sepele. Bayangkan saja jika cewek yang kena masalah sepele, pasti udah jadi masalah besar tuh. Belum lagi perdebatannya, wawasan cewek sangat luas. So, mereka sering kali menang jika berdebat dengan cowok. Karena, cowok kurang pintar dalam mengutarakan pendapat dan isi pikirannya.
4. Cowok memiliki selera humor tinggi, benarkah?
Cowok memang memiliki selera humor yang tinggi, mereka suka menghina temannya sendiri hanya sebagai lelucon. Berbeda dengan cewek, mereka sangat sensitif dan lebih berhati-hati, mereka memilih untuk tidak menyinggung perasaan temannya. Tapi buruknya, cewek lebih suka membicarakan temannya di belakang. Luarnya manis, dalamnya busuk. Sering kali seperti itu, tapi ingat. Gak semuanya kok! ;)
5. TERSERAH
Cewek kalo ditanya pasti sering menjawab "Terserah.". Kenapa ya?
Sedangkan cowok, ditanyain apa pasti jawabnya langsung straight to the point. Beda jauh sama cewek.
Nah, lantas apa alasan mengapa cewek selalu mengucapkan "Terserah."? Alasannya, karena mereka tidak ingin merepotkan si penanya. Intinya bertujuan agar si penanya tidak perlu merogoh kocek terlalu besar, jadi cewek selalu menjawab terserah.
Misalnya jika ditanya "Eh, mau makan dimana nih?", jawabannya pasti "Terserah."
"Eh, mau makan apa nih?" "Terserah."
"Eh, mau kemana nih?" "Terserah"
Dan begitu seterusnya...
Jadi... Intinya bagi kaum Adam harus lebih "PEKA". Oh ya, satu lagi amanat yang dapat kita ambil dari sini adalah bagi cewek maupun cowok jangan pernah menyia-nyiakan "dia" yang sedang ada dalam hidupmu, karena suatu saat kau akan menyesal jika "dia" sudah meninggalkanmu selamanya. Jagalah dia yang menyayangimu, jangan disia-siakan. Karena mencari seseorang yang benar-benar sayang sama kalian di 2016 ini susah, vroh. Ingat itu! xD
Wkwk, maafkan jika artikel ini berpihak pada cewek. Karena saya melihat dari sudut pandang cewek. Dan, jika terdapat ketidakbenaran, kesalahan, dan semacamnya dalam penulisan saya mohon maaf sebesar-besarnya. Anggap saja sebagai lelucon
belaka. At the last of the words, I just wanna say thanks a lot.
Love yaa❤️
[Dikutip dari berbagai sumber]
Tuesday, November 17, 2015
Kehilangan
Baru kali ini gue ngerasa bener-bener kehilangan. Kehilangan seseorang yang mungkin ga berarti bagi hidup gue, tapi gue rasa dia cukup berarti bagi gue hingga gue sangat ngerasa kehilangan dia. Sebenernya bebas aja sih dia keluar masuk kehidupan orang tanpa permisi, bahkan ucapan hello maupun goodbye. Dan gue, gue siapa? Gue ga berhak maksa dia untuk tinggal di kehidupanku. Tetapi, apakah dia sadar jika dia telah mencetak banyak kenangan dalam hidup gue. Dia udah membuat semua itu membekas dalam hidupku. Dan sekarang, dia pergi begitu saja?
Ah! Aku tak habis pikir. Mengapa ini semua terjadi padaku? Aku ingin meralat perkataanku tempo hari, bahwa ditinggal seseorang lalu melupakannya tak semudah membalikkan telapak tangan. Aku tak seharusnya mengatakan itu, apa mungkin ini karma bagiku?
Aku sadar, semakin jauh seseorang itu pergi, semakin sering pula seseorang itu ada dalam pikiranku. Aku tak bisa, aku tak bisa melupakannya begitu saja. Aku tak bisa melewatkannya.
Jika memang dia bukan yang terbaik bagiku, let me forget him! Tapi, jika aku layak untuk mendapatkannya, let him come back to me. Please God..
Sometimes I feel so tired of waiting, but is there a chance for a person who never stop to waiting and dreaming?/
I hope everything I dream become true..
Love ya, xx
Monday, November 2, 2015
Putih Abu-abu, What is That?
Mungkin ini sedikit ulasan tentang indahnya masa SMA. Sebagian orang gagal karena masa mudanya, so gunakan masa emas ini sebaik mungkin sampe elo berhasil dan ngga gagal.
SMA itu masa emas yang terlalu indah untuk dilewatkan.
Sekian, and love yaa~! xx
Ferly AA,
Wednesday, July 29, 2015
MOS Telah Berakhir !!
A tragic story, starring you and me
Yell "cut", we're stuck inside this scene
This is heartache on the big screen
The clock is ticking, and I'm out of time
The camera's rolling, and I forgot my lines
My script is ripped and now I see
This is heartache on the big screen
Friday, July 3, 2015
Happy 12th Birthday GagasMedia!
-
Sebutkan 12 Judul buku yang paling berkesan setelah
kamu membacanya!
-
Buku apa yang pernah membuat kamu menangis, kenapa?
-
Apa quote dari buku yang kamu ingat dan
menginspirasi?
-
Siapakah tokoh dalam buku yang ingin kamu pacari?
Hayo, berikan alasan kenapa kamu cocok menjadi pasangannya.
-
Ceritakan ending novel yang berkesan dan tak kamu
lupakan!
-
Buku pertama GagasMedia yang kamu baca dan kenapa
kamu memilih itu?
-
Dari sekian banyak buku yang kamu punya, apa judul
yang menurutmu menarik, kenapa?
-
Sekarang lihat rak bukumu.. cover buku apa yang kamu
suka, kenapa?
-
Tema cerita apa yang kamu sukai, kenapa?
-
Siapa penulis yang ingin kamu temui, kalau sudah
bertemu, kamu mau apa?
-
Lebih suka baca e-book atau buku cetak?
-
Sebutkan 12 kata untuk GagasMedia menurutmu!
- 12 buku
yang paling berkesan setelah aku baca, ini urutannya :